FGD Bersama Fitra Riau, Penurunan Kemiskinan Melalui Skema ADD Berbasis Migas

FGD Bersama Fitra Riau,  Penurunan Kemiskinan Melalui Skema ADD Berbasis Migas Teks foto:
BENGKALIS - Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Bengkalis, pagi Selasa (20/6), menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama Forum Indonesia Untuk Transfaran (FITRA) Provinsi Riau. FGD yang berlangsung di ruang rapat Zahari lantai II Kantor Bappeda Bengkalis tersebut dipandu Kepala Bappeda Kabupaten Bengkalis, Rinto M.Si.
 
Tema yang diangkat dalam FGD tersebut adalah, tentang Strategi Penurunan Kemiskinan Melalui Skema Formulasi Alokasi Dana Desa (ADD) Berbasis Migas di Kabupaten Bengkalis. Tema FGD itu senddiri sebuah gagasan yang ditawarkan oleh FITRA Riau kepada Pemkab Bengkalis.
 
Kepala Bappeda, Rinto M.Si menyampaikan bahwa memang selama ini telah terjalin komunikasi dan kerjasama serta kolaborasi yang cukup baik dan intens antara Pemkab Bengkalis dengan FITRA Riau. Banyak ide dan gagasan yang dipaduserasikan lalu diimplemantasikan di berbagai aspek di Pemerintahan Kabupaten Bengkalis.
 
 
“Harapan kami tentunya, gagasan seperti apa yang akan disampaikan dan kita bahas bersama pagi ini, dapat diimplementasikan dengan baik kedepannya,” harap Rinto.
 
Sebelum itu, Rinto menyampaikan permohonan maaf karena acara dimulai agak molor dan tidak semua undangan dapat hadir, di waktu dan jam yang sama sejumlah OPD sedang menggelar sejumlah kegiatan. Termasuk dirinya yang sejatinya harus mendampingi ibu bupati dalam sebuah acara di Pekanbaru, namun dirinya minta izin untuk memenuhi undangan FITRA Riau.
 
Mengawali pertemuan tersebut, pihak FITRA menyampaikan bahwa ADD Kabupaten Bengkalis memang lebih besar jika dibanding beberapa daerah atau kabupaten lain di Riau. ADD besar itu bisa sebagai alternatif pengentasan kemiskinan. Salah satunya dengan skema dan formulasi ADD melalui dana bagi hasil migas. Dengan konsep usulan kebijakan Redistribusi DBH migas dari kabupaten ke desa untuk penanggulangan kemismkinan.
 
 
Seperti disampaikan Tarmizi Peneliti FITRA Riau, bahwa pada tahun 2019-2021, rata-rata 64,3 persen penduduk miskin di Riau dari tujuh daerah penghasil migas di Riau. Tujuh daerah itu antara lain, Bengkalis, Rokan Hulu, Siak, Kampar, Rokan Hilir, Pelelawan dan Meranti.
 
Dikatakan, bahwa urgensi retribusi DBH migas sampai ke desa melalui skema; Inisiatif model kebijakan pengelolaan DBH migas, wujud keadilan distribusi anggaran  kabupaten - desa berbasis SDA; kompensasi atas dampak resiko kegiatan ekploitasi SDA; pencegahan konflik social antara desa penghasil dan bukan penghasil (Retribusi pajak daerah tidak mencakup sector pengelolaan SDA),
 
Sedangkan kerangka regulasi keuangan daerah  mendukung kebijakan redistribusi migas adalah; UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. PP Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta UU nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
 
 
Adapun skema redistribusi DBH migas, dilakukan melalui bantuan keuangan khusus dari kabupaten ke desa papar Tarmizi, ditetapkan untuk wilayah khusus (terdampak), formulasi kebijakan menambah skema BKK yang ada, diperuntukkan bagi kebutuhan khusus ditetapkan pemberi bantuan.
 
Sedangkan skema kedua kata Tarmizi, adalah skema reformasi ADD migas, caranya; dengan menambah formula pembagian; mengambil dari 10 persen dari DBH migas yang diterima daerah )dibagi secara khusus); pembagian berdasarkan keterdampaan, merubah regulasi pengalokasian ADD di daerah serta peruntukan penggunaan secara khusus.
 
Dijelaskan lagi, skema yang pertama formulasi ADD adalah; bahwa salah sati sumber ADD adalah minimum 10 persen DBH Pajak dan DBH SDA, DAU; memisahkan 10 persen dari DBH migas yang diperuntukkan  untuk ADD,” Formula pengalokasian ADD dengan mempertimbangkan proporsionalitas, afirmasi kirnerja dan keistimewaan desa,” sebut Tarmizi.
 
 
Terkait ide dan gagasan yang disampaikan FITRA Riau tersebut, Kaban Bappeda, Rinto mengatakan, agak sulit untuk menerapkan gagasan tersebut dalam waktu dekat, mengingat saat ini Pemkab Bengkalis telah mengalokasikan anggaran Rp 1 miliar /desa.
 
Program anggaran tersebut merupakan janji politik yang harus dituntaskan kepala daerah sampai masa jabatan berakhir, yakni pada awal tahun 2025 mendatang,” Saya rasa agar berat untuk mengimplemantasikan gagasa ini dalam waktu dekat, tapi tidak tertutup kemungkinan akan menjadi bahasan kita pada priode selanjutnya,” ujar Rinto.***

Baca Juga


Tulis Komentar