Menggaungkan Colok ke Level Nasional

Menggaungkan Colok ke Level Nasional Teks foto: Salah satu menara colok yang ditampilkan peserta pada Festival Colok Bengkalis 2018.

BENGKALIS-Colok selalu identik dengan Bengkalis. Mulai malam 27 Ramadan atau lebih dikenal dengan sebutan malam tujuh likur di kalangan masyarakat Negeri Junjungan, biasanya warga Bengkalis yang diperantauan maupun masyarakat luar, datang berbondong-bondong ke daerah ini untuk menyaksikan Festival Colok.

Selain sudah menjadi tradisi turun temurun di negeri ini, Festival Colok Bengkalis sudah cukup dikenal dimana-mana. Negara tetangga Malaysia pun kagum akan tradisi masyarakat Negeri Junjungan ini. 

"Saya pernah bertemu dengan orang Malaysia, mereka memuji Festival Colok Bengkalis. Katanya sangat bagus sekali," ujar Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Bengkalis, Zainuddin Yusuf. 

Menurut Ketua LAMR, tradisi dan budaya lampu colok memang ada di daerah lain. Namun tidak sesemarak di Bengkalis yang sudah menjadi tradisi yang melekat di masyarakat daerah ini. 

"Kita sangat mendukung sekali jika festival colok ini dijadikan event se-Riau. Bahkan kalau bisa menjadi event nasional karena sudah sangat dikenal luas oleh masyarakat," ujarnya. 

Untuk mewujudkan keinginan besar tersebut, Zainuddin sangat berharap tradisi ini dapat terus dipertahankan. Tidak bisa ditampik, Pemerintah Kabupaten Bengkalis melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Budaya Pemuda dan Olahraga memiliki andil besar dalam melestarikan dan mengembangkan tradisi ini. Dan tentunya ini juga harus didukung oleh semua komponen masyarakat.

"Saya pernah sampaikan kepada pemerintah agar lampu colok ini terus dilestarikan. Karena ini merupakan budaya kita sejak zaman dahulu, sehingga generasi tahu sejarah lampu colok. Alhamdulillah perhatian pemerintah kita sampai hari ini sungguh luar biasa, mudah-mudahan ini bisa tetap dipertahankan dan ditingkatkan ke depannya," harap tetua Bengkalis ini.

Selaku sepuh, ia sangat berharap suatu hari nanti tradisi dan budaya lampu colok ini gaungya bisa menasional seperti pacu jalur di Kabupaten Kuantan Singingi dan ombak bono di Kabupaten Pelalawan.

“Kalau kita cermati, festival lampu colok ini tak ubahnya seperti pacu jalur di Kabupaten Kuantang Singingi. Sama-sama tradisi masa lampau yang terus dijaga keberadaan. Jika pacu jalur gaungnya sudah menasional, kenapa tidak dengan colok,” tantang Zainuddin.***   

 

Asal Mula Lampu Colok

Lampu colok memiliki arti tersendiri bagi warga Bengkalis. Dulunya lampu colok merupakan sarana penerang jalan bagi warga yang ingin membayar zakat fitrah setiap malam 27 Ramadan ke rumah masyarakat  atau Pak Lebai. 

Waktu itu, infrastruktur di Bengkalis tidak sepesat saat ini. Jalan-jalan masih berbentuk lorong diselimuti semak kiri kanan. Lampu coloklah penerang jalan, penghindar bahaya terhadap warga membayar fitrah. 

"Kenapa pada malam 27 Ramadan pemasangan lampu colok, karena pada hari itu merupakan hari menyerahkan fitrah kepada masyarakat atau kepada Pak Lebai. Dulunya jalan tidak seperti ini, jalan hanya lorong saja, semak," cerita Zainuddin. 

Menurut pria berusia 83 tahun ini, lampu colok ketika itu tidak berbentuk dan terbuat dari kaleng bekas. Tapi terbuat dari bambu atau buluh, namanya kala itu sering disebut dengan obor. 

"Ketika saya ingin membayar fitrah ke rumah Pak Lebai, obor ini saya bawa sebagai penerang. Sebagian warga yang mampu, memasang obor lebih dari 10 di perkarangan rumah masing-masing hingga membuat 27 Ramadan jadi terang," ujarnya. 

Seiring waktu, perkembangan tradisi colok sangat luar biasa. Dari hanya sebatas penerang jalan, kini berubah menjadi tradisi yang membudaya di masyarakat.

Jika dulunya hanya berbentuk sebatang buluh yang dipotong-potong lalu ditanam di sepanjang jalan, saat ini lampu colok, dibuat dengan berbagai model yang sangat kreatif sehingga memancing animo masyarakat untuk turun ke jalan menyaksikannya.

Berbagai bentuk kreasi, seperti miniatur masjid, lafaz Allah, ayat suci Al Quran dan berbagai bentuk menarik lainnya semakin memeriahkan dan merpercantik tampilan lampu colok.

Tidak hanya sekedar budaya, ternyata ada nilai-nilai dan makna yang mendalam dari tradisi lampu colok ini. Yaitu semangat gotong-royong dan kebersamaan antara generasi tua dan muda. Tanpa ada semangat gotong royong dan semangat kebersamaan, tidak mungkin menara lampu colok dengan berbagai model bisa tegak kokoh. 

Konsistensi masyarakat dalam melestarikan tradisi lampu colok juga sangat luar biasa. Bayangkan saja, untuk membangun satu menara lampu colok, butuh dana yang tidak sedikit. Tapi itu semua tidak menjadi penghalang dengan semangat gotong royong sesama warga. 

“Kita juga memberikan apresiasi kepada pemerintah yang ikut memotivasi masyarakat kita dalam menjaga khazah budaya ini. Lomba yang diselenggarakan setiap tahun yang dikemas  dalam bentuk festival lampu colok, kita akui mampu memotivasi masyarakat, baik tua maupun muda untuk bekerjasama dan bahu membahu melestarikan tradisi yang sudah turun menurun ini,” ujarnya.

Filosofi Colok

Pelestarian budaya tradisional, festival lampu colok sangat penting. Selain sebagai tradisi masyarakat yang bisa dijadikan syiar Islam, banyak hikmah dan tunjuk ajar kehidupan yang dapat dipetik di dalamnya.

Bupati Bengkalis dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekretaris Daerah, H Bustami HY ketika membuka festival lampu colok tingkat Kabupaten Bengkalis di Desa Meskom, Senin malam (11/6/2018) menyampaikan bahwa banyak tunjuk ajar dan filosofi yang tergantung dari kegiatan yang hanya ada pada malam 27 Ramadan itu.

''Tunjuk ajar dimaksud diantaranya dapat menumbuhkembangkan dan mempererat semangat persaudaraan, kekompakan, kepedulian dan serta gotong royong di kalangan masyarakat,'' ungkapnya.

Menurutnya, semangat gotong royong perlu dipupuk kembali, sebab akhir-akhir ini kian tergerus dampak globalisasi dan modernisasi, yang lebih banyak mengajarkan pola hidup individualitis.

Bupati juga mengajak seluruh elemen masyarkat untuk senantiasa menghidupkan tradisi yang sudah berlangsung dari zaman berzaman. ''Mari kita hidupkan  tradisi yang sudah berlangsung sejak zaman berzaman, dari generasi ke generasi, karena kearifan lokal ini memiliki kekhasan tersendiri,'' ajaknya.***


Baca Juga


Tulis Komentar